Nuri
Mantiqut-Thair, Faridu'd-Din Attar
Lalu datang Nuri dengan gula di paruhnya, berpakaian hijau, dan
lengkung leher baju kencana melingkar di lehernya. Rajawali hanyalah
nyamuk di sisi keindahannya yang cemerlang; permadani bumi yang h
ijau ialah pantulan bulu-bulunya, dan tutur katanya ialah sari gula.
Dengarkan dia: “Begitu menawan aku ini, hingga manusia keji yang
berhati besi mengurungku dalam sangkar. Terikat dalam penjara ini, aku
pun merindukan sumber air kebakaan yang dijaga oleh Khidir. Seperti dia,
aku pun berpakaian hijau, sebab aku ini Khizr di antara burung-burung.
Aku ingin pergi ke sumber air ini, tetapi ngengat tidak berdaya
mengangkat dirinya ke sayap Simurgh yang besar itu; mata air Khizr
cukuplah bagiku.”
Hudhud menjawab, “O kau yang tak punya
cita-cita kebahagiaan! Siapa yang tak mau meninggalkan hidupnya,
bukanlah makhluk. Hidup diberikan padamu agar suatu ketika kau dapat
mempunyai sahabat yang mulia. Tempuhlah Jalan itu, karena kau bukan buah
badam, kau hanya kulitnya. Masuklah di kalangan mereka yang mulia dan
tempuhlah Jalan mereka dengan senang.”
Si Penggila Tuhan dan Khidir
Ada seorang lelaki, gila karena cintanya pada Tuhan. Khidir bertanya padanya, “O manusia sempurna, maukah kau jadi sahabatku?”
Orang itu menjawab, “Kau dan aku tak mungkin disatukan, karena kau
telah banyak mereguk air kebakaan sehingga kau akan senantiasa hidup,
sedang aku ingin menyerahkan hidupku. Aku tak berkawan dan bahkan
bagaimana menunjang hidupku sendiri pun aku tak tahu. Sementara kau
asyik memelihara hidupmu, aku mengorbankan hidupku setiap hari. Lebih
baik aku meninggalkan kau, bagai burung menghindari jerat, jadi, selamat
tinggal.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar