Dalih Burung Kelima
Dari Mantiqut thair by Faridu'd-Din Attar
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, “‘Diriku musuhku sendiri; ada
maling dalam diriku. Bagaimana dapat aku menempuh perjalanan ini, yang
terhalang oleh selera-selera jasmani dan anjing nafsu yang tak mau
tunduk? Bagaimana dapat aku menyelamatkan jiwaku? Serigala yang
berkeliaran mencari makan itu kukenal, tetapi anjing ini tak kukenal,
dan ia begitu menarik. Aku tak tahu di manakah aku dengan badan jasmani
yang tak setia ini. Akan dapatkah aku mengerti ini?”
Hudhud
menjawab, “Dirimu sendiri anjing tersesat, terinjak-injak kaki. ‘Jiwa’
yang kaumiliki bermata satu dan juling; hina, kotor dan tak setia. Jika
ada yang tertarik padamu, adalah itu karena silau oleh gemerlap palsu
‘jiwa’-mu. Tidaklah baik bagi anjing nafsu ini untuk dimanjakan dan
digosok dengan berbagai minyak. Selagi kecil, kita lemah dan masa bodoh;
waktu remaja, kita sibuk dalam pergulatan: dan ketika usia tua
berkuasa, nafsu pun loyo dan badan lemah. Karena demikianlah hidup ini,
maka bagaimana anjing ini akan mendapat perhiasan sifat-sifat ruhani?
Dari awal hingga akhir kita hidup dengan masa bodoh, dan tak
mendapatkan apa-apa. Sering ada yang sampai pada akhir hidupnya hampa
tanpa membawa apa-apa dalam dirinya kecuali nafsu akan serba kehidupan
lahiriah. Beribu-ribu binasa karena sedih, tetapi anjing nafsu ini tak
pernah mati.
Dengarkan cerita tentang penggali kubur yang
telah menjadi tua dalam pekerjaannya itu. Seseorang bertanya padanya,
‘Maukah kau menjawab pertanyaan ini karena kau telah melewatkan seluruh
hidupmu dalam pekerjaanmu menggali kubur: Katakan apakah kau pernah
melihat keajaiban?’ Penggali kubur itu pun berkata, ‘Selama tujuh puluh
tahun anjing nafsuku telah melihat orang-orang mati yang dikuburkan,
tetapi ia sendiri tak pernah mati, dan tak sejenak pun pernah mematuhi
hukum-hukum Tuhan. Ini keajaiban’!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar