Burung-burung Membicarakan Perjalanan Menuju Simurgh
Manthiqut-Thair by Faridu'd-Din Attar
Setelah mereka merenungkan kisah Syaikh San’an, burung-burung itu pun
memutuskan untuk meninggalkan segala cara hidup mereka yang lama.
Pikiran te
ntang Simurgh membangkitkan mereka dari kelesuan jiwa;
hanya cinta terhadapnya semata yang memenuhi hati mereka, dan merekapun
mulai mempertimbangkan bagaimana memulai perjalanan itu.
Mereka
berkata, “Lebih dulu kita harus mempunyai petunjuk jalan yang akan
mengurai menyimpulkan persoalan. Kita membutuhkan pemimpin yang akan
mengatakan pada kita apa yang harus diperbuat, pemimpin yang dapat
menyelamatkan kita dari laut dalam ini.
Kita akan mematuhinya
dengan setulus hati dan melakukan apa yang dikatakannya, baik yang
menyenangkan maupun yang tak menyenangkan, agar bola kita akan jatuh di
tongkat Pegunungan Kaukasus.1 Kemudian zarrah akan menjadi satu dengan
matahari yang agung itu; dan bayang-bayang Simurgh akan jatuh pada kita.
Kini, mari kita menarik undian untuk memilih pemimpin. Kepada siapa
undian itu jatuh, dia akan menjadi pemimpin kita; dia akan jadi besar di
antara yang kecil.”
Lalu mulai terjadi keributan, setiap
mereka segera bicara, tetapi ketika segala sesuatu sudah siap, siul dan
ocehan pun terhenti mati, dan burung-burung itu terdiam sunyi. Penarikan
undian dilakukan dengan upacara, dan kebetulan undian jatuh pada Hudhud
yang bersemangat itu. Dengan bulat mufakat semua menyetujui dan
berjanji akan mematuhi Hudhud meskipun dengan mempertaruhkan hidup
mereka, dan tak akan sayang berkorban jiwa maupun raga. Hudhud tampil ke
muka dan sebuah mahkota pun dikenakan di kepalanya.
Di tempat
yang ditentukan, begitu banyak jumlah burung yang berkumpul di sana
sehingga tertutuplah bulan dan ikan karenanya. Tetapi ketika mereka
melihat jalan masuk ke lembah pertama, mereka pun terbang membubung ke
awan dengan takut. Tetapi dengan kepak sayap dan lar yang lebih
bergairah, hasrat untuk meninggalkan segalanya pun hidup kembali. Tetapi
tugas di muka mereka berat dan jalan pun panjang. Kesunyian mengeram di
jalan yang membentang di hadapan dan seekor burung pun bertanya pada
Hudhud mengapa begitu lengang. “Karena hormat yang ditimbulkan sang Raja
maka jalan yang menuju ke tempat persemayamannya begitu lengang,” jawab
Hudhud.
Cerita Kecil tentang Bayazid Bistami
Suatu
malam ketika Syaikh Bayazid keluar kota, terasa padanya bahwa kesunyian
yang dalam meliputi tanah lapang. Bulan menyinari dunia membuat malam
seterang siang. Bintang-bintang berkelompok menurut kecenderungan
masing-masing, dan setiap susunan bintang memiliki tugasnya sendiri.
Syaikh itu berjalan terus tak melihat sekilas gerak atau seorang pun
manusia. Hatinya terharu dan ia berkata, “Rabbi, sedih yang menjara
mengharu hamba. Mengapa maka istana yang begitu lembut mengesan ini
sunyi dari para pemuja yang penuh damba?” “Tak usah heran,” mata suara
batin menjawab, “Raja tak memperkenankan sembarang orang datang ke
istana-Nya. Keagungan-Nya tak memungkinkan Dia menerima para petualang
di pintunya. Bila tempat-suci keagungan kami melimpahkan
kegemilangannya, ia tak menghargai mereka yang pengantuk dan tak peduli.
Kau salah seorang di antara seribu yang mohon perkenan dan kau harus
menunggu penuh kesabaran.”
Catatan kaki:
1 Secara harfiah,
yang dimaksudkan dengan “bola” di sini (dan juga di tempat-tempat lain
dalam buku ini, seperti pada bagian akhir dalam Kisah Syaikh San’an di
atas) ialah bola dalam permainan polo berkuda, yang sudah dikenal di
Persia Kuno (antara lain dapat kita baca dalam Salaman dan Absal, sebuah
karya klasik buah tangan Jami, seorang penyair-sufi Persia, 1414 – 1492
Masehi). Dalam permainan itu, para pemain berkuda, dan bola yang
terbuat dari kayu dipukul dengan tongkat-pemukul (mallet). Secara kias,
agaknya yang dimaksud dengan “bola” di sini ialah nasib peruntungan atau
lebih luas: hidup. Sedang “tongkat” Pegunungan Kaukasus di sini agaknya
ialah kekuasaan Simurgh, karena Pegunungan Kaukasus ialah tempat
semayam Simurgh. Maka sebuah parafrase untuk anak kalimat itu agaknya
dapat dibuat sebagai berikut: “agar kita dapat menyerahkan nasib
peruntungan (hidup) kita pada kekuasaan Simurgh.” – H.A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar