Penyebaran Islam Di Bolivia Amerika Selatan Resahkan AS
ISLAM AGAMAKU - Pemerintahan dan media AS seringkali menyebarkan isu bahwa Masjid merupakan titik dimulainya ekstrimisme Islam. (SuaraMedia News)LA PAZ (SuaraMedia News) – Sebuah suara yang aneh dan tidak biasa terdengar di tengah Bolivia, namun setiap hari, dari menara Masjid yang berada di kota Santa Cruz, selalu terdengar suara azan yang merupakan panggilan sembahyang untuk kaum Muslim.
Sebelumnya, tidak ada orang yang bahkan pernah membayangkan bahwa akan berdiri sebuah Islamic Centre Bolivia di negara yang amat didominasi oleh ajaran Katolik Roma dan dengan sebuah populasi yang mayoritas dipenuhi oleh warga pribumi.
Islamic Center tersebut adalah salah satu tempat yang melayani populasi kecil dari Muslim Bolivia yang diperkirakan berjumlah 1.000 orang. Namun, meski berukuran kecil, populasi Muslim telah menjadi sebuah subyek baru yang menarik perhatian keamanan AS.
Kepala Islamic Center tersebut, Mahmud Amir Abusharar, seorang pengungsi asal Palestina yang sudah lanjut usia dan rambutnya memutih, tengah duduk di depan kantornya. Dia tampak agak bingung ketika disodori sejumlah laporan media dan intelijen AS, dimana dalam laporan tersebut dirinya disebut mengajarkan “ekstrimisme” di Bolivia.
“Islamic Center ini adalah sebuah institusi Bolivia yang sama sekali tidak memiliki diskriminasi terhadap siapapun, orang kulit putih seperti orang-orang Eropa, atau yang berkulit coklat seperti penduduk Bolivia. Kami menyerukan kepada orang-orang untuk bersikap baik secara jujur dan universal, bukan untuk menunjukkan sikap agresif,” kata Abusharar.
“Saya tidak pernah merasa bahwa Islamic Center ini membahayakan AS, namun siapapun yang memperkenalkan gagasan ini kepada publik AS, maka orang itu pasti ingin menyakiti rakyat Amerika Utara.”
Dalam sebuah pemberitaan pada tanggal 6 Juni lalu, Fox News merilis berita berjudul: Bolivia Menjadi Ranjang Panas Ekstrimisme Islam”, dimana diklaim bahwa pemberitaan tersebut berasal dari laporan intelijen pada bulan Mei 2009 mengenai Muslim Bolivia. Sang reporter, Nora Zimmett, mengutip laporan tersebut untuk menggambarkan potensi “ancaman terorisme” di belahan bumi Barat yang berasal dari sikap “anti-Amerika” dari Muslim Bolivia. Pemerintahan sayap kiri Bolivia memang memiliki hubungan yang tegang dengan Washington dan menjalin hubungan dengan Iran. Zimmett mengutip seorang agen intelijen AS yang tidak menyebutkan nama kala mengatakan, “Ada sebuah teori yang mungkin mereka percayai. Amerika Latin, khususnya negara-negara kiri, dalam beberapa tahun terakhir menjadi lebih mudah menerima retorika anti-Amerika yang biasa mereka dengarkan dari Iran, tujuan revolusi (Islam) bukan hanya untuk Iran, namun mereka juga merasa memiliki kewajiban untuk menyebarkannya. Jadi kami melihat jangkauan keluar mereka bukan hanya sebagai sebuah motif ekonomi, namun juga budaya. Ada banyak kemungkinan di luar sana.”
“Fox (rubah) memang dikenal sebagai seekor binatang yang licik.” Kata Abusharar menanggapi laporan tersebut. “Kritikan adalah sebuah hal yang wajar. Akan tetapi di sebuah negara demokratis, jika kita semua ingin menjaga iklim demokrasi, kita tidak bisa bersikap seperti itu.”
“Orang-orang ini jelas menginginkan sesuatu. Untuk meyakinkan pemerintah AS, mereka harus mengarang sesuatu.”
“Saya rasa CIA tidak perlu menuliskan laporan seperti ini. Mereka mengenal saya secara pribadi,” katanya seraya menjabarkan mengenai sejumlah pengunjung yang diyakini bekerja untuk agen intelijen AS. “Saya membuka semua pintu, dan saya mempersilahkan mereka untuk mengambil foto sebanyak yang mereka inginkan.”
Dia menekankan, “Bukan Muslim yang menjadi masalah AS di Bolivia. Tampaknya pemerintahan kamilah yang menjadi masalahnya dan mereka (AS) mencoba mencari motif untuk mengancam pemerintah kami atau mencari-cari alasan untuk menjabarkan mengapa mereka memiliki hubungan yang buruk dengan Bolivia.”
Pemerintahan Evo Morales yang telah memulai reformasi sosialis pro pribumi telah bersitegang dengan AS dalam beberapa tahun terakhir. Isu-isu perseteruan Bolivia-AS termasuk pengusiran diplomat AS, Philip Goldberg dan lembaga-lembaga AS lainnya yang terkait dengan kelompok oposisi sayap kanan, nasionalisasi eksploitasi gas alam, dan kemunduran dalam upaya anti narkotika dari Bolivia menyusul penghapusan undang-undang pelarangan narkotika berdasarkan pada “tuduhan palsu pemerintahan Obama untuk menangguhkan pilihan dan dalam sebuah program politik untuk membuka campur tangan pemerintah AS terhadap rakyat Bolivia.”
Disebutkan dalam pemberitaan tersebut bahwa Islamic Center Bolivia berperan dalam protes Muslim setempat menentang pembantaian Israel di Gaza yang kemudian memantik perpercahan antara kedua negara. Morales kemudian mengusir konsulat Israel dan menyerukan agar pemerintahan Israel diadili atas kejahatan perang.
Pada bulan Mei, Associated Press menerbitkan rincian “laporan rahasia pemerintah Israel” yang mengklaim bahwa Bolivia menyuplai uranium untuk program nuklir Iran. Menteri Pertambangan Bolivia. Luis Alberto Echazu menampik tudingan tersebut dan mengatakan bahwa tidak ada operasi penambangan uranium yang ada di Bolivia sementara seorang menteri pemerintahan lainnya, Ramon Quintana mencibir tudingan Israel tersebut dan berkata: “Hanya badut yang akan mengijinkan hal semacam itu terjadi. Oleh karena itu, pasti agensi-agensi Israel tertentu adalah lembaga tidak terampil, tidak kompeten dan beranggotakan para badut.”
Hubungan antara Bolivia dan Iran memang mendapatkan perhatian serius dari Washingon. Pada tahun 2007, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad melakukan sebuah kunjungan kenegaraan ke La Paz dan menjanjikan bantuan sebesar $1,1 miliar kepada Bolivia. Pada bulan Januari tahun berikutnya, Menteri Pertahanan Robert Gates mengatakan, “saya merasa khawatir dengan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh Iran di Amerika Latin, khususnya Amerika Selatan dan Amerika Tengah, mereka membuka banyak kantor dan banyak cabang, mereka juga campur tangan dengan apa yang terjadi di negara-negara tersebut.”
Abusharar mengatakan, “kita semua harus berhati-hati dengan penyakit ini. Inilah musuh sebenarnya dari AS. Mereka mencoba menunjukkan bahwa semua pihak adalah musuh AS, itu tidak benar. Saya sudah pernah beberapa kali bertemu dengan warga negara Amerika, dan mereka pantas dihormati. Mereka mengajarkan kepada anak-anak mereka mengenai kebenaran, namun begitu mereka membaca sampah seperti ini, maka itu artinya masalah bagi AS. Jika kita memiliki pemerintah yang cerdas, maka mereka tidak akan mendengarkan omong-kosong seperti ini.”
“Dan saya tidak tahu mengapa laporan tersebut mengatakan bahwa saya adalah seorang Sheikh, saya bukan seorang Sheikh,” pungkas Abusharar.(suaramedia)
Sebelumnya, tidak ada orang yang bahkan pernah membayangkan bahwa akan berdiri sebuah Islamic Centre Bolivia di negara yang amat didominasi oleh ajaran Katolik Roma dan dengan sebuah populasi yang mayoritas dipenuhi oleh warga pribumi.
Islamic Center tersebut adalah salah satu tempat yang melayani populasi kecil dari Muslim Bolivia yang diperkirakan berjumlah 1.000 orang. Namun, meski berukuran kecil, populasi Muslim telah menjadi sebuah subyek baru yang menarik perhatian keamanan AS.
Kepala Islamic Center tersebut, Mahmud Amir Abusharar, seorang pengungsi asal Palestina yang sudah lanjut usia dan rambutnya memutih, tengah duduk di depan kantornya. Dia tampak agak bingung ketika disodori sejumlah laporan media dan intelijen AS, dimana dalam laporan tersebut dirinya disebut mengajarkan “ekstrimisme” di Bolivia.
“Islamic Center ini adalah sebuah institusi Bolivia yang sama sekali tidak memiliki diskriminasi terhadap siapapun, orang kulit putih seperti orang-orang Eropa, atau yang berkulit coklat seperti penduduk Bolivia. Kami menyerukan kepada orang-orang untuk bersikap baik secara jujur dan universal, bukan untuk menunjukkan sikap agresif,” kata Abusharar.
“Saya tidak pernah merasa bahwa Islamic Center ini membahayakan AS, namun siapapun yang memperkenalkan gagasan ini kepada publik AS, maka orang itu pasti ingin menyakiti rakyat Amerika Utara.”
Dalam sebuah pemberitaan pada tanggal 6 Juni lalu, Fox News merilis berita berjudul: Bolivia Menjadi Ranjang Panas Ekstrimisme Islam”, dimana diklaim bahwa pemberitaan tersebut berasal dari laporan intelijen pada bulan Mei 2009 mengenai Muslim Bolivia. Sang reporter, Nora Zimmett, mengutip laporan tersebut untuk menggambarkan potensi “ancaman terorisme” di belahan bumi Barat yang berasal dari sikap “anti-Amerika” dari Muslim Bolivia. Pemerintahan sayap kiri Bolivia memang memiliki hubungan yang tegang dengan Washington dan menjalin hubungan dengan Iran. Zimmett mengutip seorang agen intelijen AS yang tidak menyebutkan nama kala mengatakan, “Ada sebuah teori yang mungkin mereka percayai. Amerika Latin, khususnya negara-negara kiri, dalam beberapa tahun terakhir menjadi lebih mudah menerima retorika anti-Amerika yang biasa mereka dengarkan dari Iran, tujuan revolusi (Islam) bukan hanya untuk Iran, namun mereka juga merasa memiliki kewajiban untuk menyebarkannya. Jadi kami melihat jangkauan keluar mereka bukan hanya sebagai sebuah motif ekonomi, namun juga budaya. Ada banyak kemungkinan di luar sana.”
“Fox (rubah) memang dikenal sebagai seekor binatang yang licik.” Kata Abusharar menanggapi laporan tersebut. “Kritikan adalah sebuah hal yang wajar. Akan tetapi di sebuah negara demokratis, jika kita semua ingin menjaga iklim demokrasi, kita tidak bisa bersikap seperti itu.”
“Orang-orang ini jelas menginginkan sesuatu. Untuk meyakinkan pemerintah AS, mereka harus mengarang sesuatu.”
“Saya rasa CIA tidak perlu menuliskan laporan seperti ini. Mereka mengenal saya secara pribadi,” katanya seraya menjabarkan mengenai sejumlah pengunjung yang diyakini bekerja untuk agen intelijen AS. “Saya membuka semua pintu, dan saya mempersilahkan mereka untuk mengambil foto sebanyak yang mereka inginkan.”
Dia menekankan, “Bukan Muslim yang menjadi masalah AS di Bolivia. Tampaknya pemerintahan kamilah yang menjadi masalahnya dan mereka (AS) mencoba mencari motif untuk mengancam pemerintah kami atau mencari-cari alasan untuk menjabarkan mengapa mereka memiliki hubungan yang buruk dengan Bolivia.”
Pemerintahan Evo Morales yang telah memulai reformasi sosialis pro pribumi telah bersitegang dengan AS dalam beberapa tahun terakhir. Isu-isu perseteruan Bolivia-AS termasuk pengusiran diplomat AS, Philip Goldberg dan lembaga-lembaga AS lainnya yang terkait dengan kelompok oposisi sayap kanan, nasionalisasi eksploitasi gas alam, dan kemunduran dalam upaya anti narkotika dari Bolivia menyusul penghapusan undang-undang pelarangan narkotika berdasarkan pada “tuduhan palsu pemerintahan Obama untuk menangguhkan pilihan dan dalam sebuah program politik untuk membuka campur tangan pemerintah AS terhadap rakyat Bolivia.”
Disebutkan dalam pemberitaan tersebut bahwa Islamic Center Bolivia berperan dalam protes Muslim setempat menentang pembantaian Israel di Gaza yang kemudian memantik perpercahan antara kedua negara. Morales kemudian mengusir konsulat Israel dan menyerukan agar pemerintahan Israel diadili atas kejahatan perang.
Pada bulan Mei, Associated Press menerbitkan rincian “laporan rahasia pemerintah Israel” yang mengklaim bahwa Bolivia menyuplai uranium untuk program nuklir Iran. Menteri Pertambangan Bolivia. Luis Alberto Echazu menampik tudingan tersebut dan mengatakan bahwa tidak ada operasi penambangan uranium yang ada di Bolivia sementara seorang menteri pemerintahan lainnya, Ramon Quintana mencibir tudingan Israel tersebut dan berkata: “Hanya badut yang akan mengijinkan hal semacam itu terjadi. Oleh karena itu, pasti agensi-agensi Israel tertentu adalah lembaga tidak terampil, tidak kompeten dan beranggotakan para badut.”
Hubungan antara Bolivia dan Iran memang mendapatkan perhatian serius dari Washingon. Pada tahun 2007, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad melakukan sebuah kunjungan kenegaraan ke La Paz dan menjanjikan bantuan sebesar $1,1 miliar kepada Bolivia. Pada bulan Januari tahun berikutnya, Menteri Pertahanan Robert Gates mengatakan, “saya merasa khawatir dengan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh Iran di Amerika Latin, khususnya Amerika Selatan dan Amerika Tengah, mereka membuka banyak kantor dan banyak cabang, mereka juga campur tangan dengan apa yang terjadi di negara-negara tersebut.”
Abusharar mengatakan, “kita semua harus berhati-hati dengan penyakit ini. Inilah musuh sebenarnya dari AS. Mereka mencoba menunjukkan bahwa semua pihak adalah musuh AS, itu tidak benar. Saya sudah pernah beberapa kali bertemu dengan warga negara Amerika, dan mereka pantas dihormati. Mereka mengajarkan kepada anak-anak mereka mengenai kebenaran, namun begitu mereka membaca sampah seperti ini, maka itu artinya masalah bagi AS. Jika kita memiliki pemerintah yang cerdas, maka mereka tidak akan mendengarkan omong-kosong seperti ini.”
“Dan saya tidak tahu mengapa laporan tersebut mengatakan bahwa saya adalah seorang Sheikh, saya bukan seorang Sheikh,” pungkas Abusharar.(suaramedia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar