Islam di India: Sejak Abad Pertama Hijriyyah |
Islam masuk ke India melalui dua jalan. Pertama, melalui Pantai Barat India, sebagai pintu masuk Islam dari Semanjung Arab Selatan. Kedua, melalui bagian Barat Laut, yaitu Afghanistan dan Turki. Hubungan antara dua negeri tersebut hanya melalui jalur laut. Banyak kapal layar bangsa Arab dan India hilir-mudik di perairan Laut Arab dan Teluk Persia dan terdapat juga yang terus ke bagian selatan Semenanjung Arab menuju Yaman dan Laut Merah. Hampir keseluruhan pantai barat India menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal Arab yang hendak berlayar ke Cina, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Menurut Hamka dalam bukunya, Sejarah Umat Islam, pada tahun 684 M, atau pada abad pertama Hijriyyah, di bahagian barat Sumatera terdapat satu perkampungan Arab. Jadi orang Arab memang sudah lama berlayar mengarungi Lautan India dalam perjalanan mereka menuju Asia Tenggara dan Cina. Dan sudah menjadi kelaziman pula kapal-kapal bangsa Arab singgah di Pantai Barat India untuk menambah persiapan bahan makanan dan kelengkapan yang diperlukan. Di samping itu buku-buku sejarah memang banyak menyebutkan bahwa pantai barat India, seperti Gujarat, Malabar, Kerala, dan Bombay merupakan pusat perdagangan dan tempat pertukaran barang-barang yang datang dari Timur dan Barat. Delegasi Utsman RA Jalur pelayaran bangsa Arab melalui lautan India dan sering kali kapal-kapal mereka singgah di sekitar pantai barat India. Di samping menjalankan perniagaan, mereka pun berusaha menyebarkan agama Islam ke India, sebagaimana yang terjadi di Nusantara. Khalifah Utsman RA, khalifah ketiga yang berkuasa antara 23 H hingga 25 H/644-656 M pernah mengirim utusannya ke India untuk melihat dari dekat dan mempelajari situasi India. Rombongan utusan, yang dipimpin Hakam bin Jabalah Al-Abdi, berhasil masuk wilayah Sind, atau Pakistan Selatan sekarang. Setelah melihat keadaan sekitarnya, mereka pulang menghadap Khalifah dan menceritakan keadaan wilayah Sind dengan bersyair: Air di sana sangat sedikit pencurinya garang tanahnya tandus Jika dikirim ke sana tentara yang banyak mereka akan mati kelaparan dan jika dalam jumlah sedikit mereka akan lenyap dan musnah Mendengar keterangan tersebut, keinginan Khalifah Utsman RA untuk mengirim tentaranya tertahan. Namun ia beroleh manfaat dari kabar yang dibawa delegasi tersebut, hingga ia mengetahui dengan lebih dekat adat-istiadat masyarakat setempat dan juga dapat mengetahui jalan yang menghubungkan Arab dan India hingga tidak menjadi kesulitan yang besar untuk “menaklukkan” benua kecil itu pada suatu saat kelak. Setelah melewati beberapa pergantian kekhalifahan, pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, khalifah kelima Dinasti Bani Umayyah, muncullah inisiatif untuk menaklukkan India. Namun usaha penaklukan India baru terlaksana pada masa pemerintahan putra Abdul Malik yang bernama Al-Walid atas saran gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Tahun 87 H/706 M, Khalifah Al-Walid mengirim pasukan sebanyak enam ribu orang ke wilayah Sind di bawah pimpinan seorang panglima yang masih muda, Muhammad bin Qasim Ats-Tsaqafi, yang ketika itu baru berusia 17 tahun, dengan seorang pembantunya, Abul Aswad Jahm bin Zuhair Al-Ju’fi. Penaklukan Kota demi Kota Muhammad bin Qasim bersama pasukan perangnya berangkat ke India melalui jalur darat dan melintasi wilayah Sind. Wilayah Sind ketika itu di bawah kekuasaan Kerajaan Dahar, yang berpusat di kota Dibul. Dikisahkan, saat itu Kerajaan Dahar menjadi penghalang bagi masuknya Islam ke tanah India. Karenanya, Muhammad bin Qasim terlebih dulu merancang untuk membuang batu penghalang tersebut. Muhammad bin Qasim mengerahkan tentaranya ke kota Makran, karena kota tersebut merupakan pembuka jalan pada penaklukan selanjutnya. Kota Makran pun dapat ditaklukkan dengan mudah. Setelah itu, kota demi kota, termasuk Qanzbur, Armail, dan Dibul, pun jatuh ke tangan pasukan kaum muslimin. Di kota Dibul, ibu kota Kerajaan Dahar, panglima terpaksa menghadapi tantangan yang sangat hebat dari penduduk kota tersebut. Namun, berkat kesungguhan dan keteguhan Muhammad bin Qasim, pasukan muslimin berhasil merebut benteng pertahanan kota ini dan menguasainya. Setelah mengetahui berita jatuhnya kota itu, raja Dahar berupaya melarikan diri menuju kota Makran. Akan tetapi pasukan kaum muslimin terus mengepungnya dan akhirnya raja itu dapat ditangkap. Muhammad bin Qasim Ats-Tsaqafi meneruskan serangannya ke kota-kota lain, seperti Sawandai, Rurr, dan Multan, sehingga keseluruhan wilayah Sind itu dapat dikuasai. Setelah berhasil menaklukkan seluruh wilayah Sind, Khalifah Al-Walid melantiknya sebagai gubernur di wilayah tersebut. Demi mengingat jasa-jasa besar yang ditorehkan pemuda Muhammad bin Qasim, seorang penyair Arab memujinya: Dalam usia tujuh belas tahun ia sudah dapat membangun negeri Sedangkan kawan-kawan sebayanya ketika itu sedang asyik bermain Tapi malang nasib pahlawan muda yang berjasa besar dalam mensyiarkan Islam di tanah Sind ini. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik, pengganti Khalifah Al-Walid, ia pun dipanggil menghadap khalifah ke Damaskus (Syria), ibu kota pemerintahan Islam ketika itu. Bahkan dengan paksa, ia ditangkap dan diikat kedua tangannya dan dibawa ke Damaskus. Penduduk Sind amat bersedih menyaksikan peristiwa yang menimpa diri Muhammad bin Qasim. Tak lama setelah itu terdengarlah berita bahwa Muhammad bin Qasim wafat di dalam penjara. Tindakan Khalifah Sulaiman terhadap Muhammad bin Qasim tersebut dilatarbelakangi adanya faktor intrik politik antara dirinya dan keluarga Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, dan Muhammad bin Qasim termasuk dalam keluarga Hajjaj bin Yusuf. Sementara pihak menilai, seandainya panglima muda ini tidak dipanggil pulang ke Damaskus, tentu keadaan India tidak seperti sekarang ini. Boleh jadi India saat ini menjadi negara Islam yang kuat. Namun demikian nama Muhammad bin Qasim tetap harum dan dikenang oleh masyarakat muslimin India, terutama di daerah Sind dan sekitarnya. Hanafiyah dan Syafi’iyah Setelah Muhammad bin Qasim wafat, kedudukan kaum muslimin mulai goyang dan melemah. Tiga abad kemudian, barulah kedudukan mereka menguat kembali dan sangat berpengaruh setelah kedatangan Sultan Mahmud Al-Ghaznawi dari Afghanistan. Sultan ini berjasa dalam mendirikan kerajaan Islam di tanah India tersebut. Gerakan yang dipimpin Sultan Mahmud Al-Ghaznawi datang melalui celah-celah gunung yang curam di Afghanistan, menembus Genting Khaibar yang terkenal curam. Dengan kedatangan Sultan Mahmud, India mulai membuka lembaran baru dalam sejarahnya, yaitu berada di bawah kekuasaan Islam secara mutlak. Peristiwa ini terjadi di akhir abad keempat Hijriyyah. Selain raja-raja, nama-nama kaum ulama dan dai juga banyak memenuhi halaman-halaman buku sejarah India. Mereka datang semata-mata untuk mensyiarkan agama. Pengaruh mereka di tengah-tengah masyarakat lebih kuat dan mendalam dari pengaruh para raja, yang lebih mementingkan kedudukan dan perluasan daerah kekuasaan. Di antara ulama yang terkenal ialah Syaikh Ismail Al-Lahori (w. 448 H/1056 M), yang berhasil mengislamkan puluhan ribu penduduk Lahore, Syaikh Mu’inuddin Al-Jisyti (w. 627 H/1230 M), yang telah mengislamkan ratusan ribu penduduk Ajmir, Syaikh Fariduddin Al-Ajwadi (w. 664 H/1266 M) dan Syaikh Ali bin Syihab Al-Hamdzani (w. 784 H/1382 M), yang berhasil mengislamkan sebagian besar penduduk India lainnya. Masih banyak lagi kaum ulama yang berjasa besar dalam dakwah Islamiyah di kalangan masyarakat India, seperti yang disenaraikan dalam kitab Al-Muslimun fi al-Hind, karya Sayyid Abul Hasan Ali An-Nadwi. Selain para ulama yang datang dari lereng pegunungan Afghanistan, India diramaikan pula dengan kedatangan para ulama dari Semenanjung Arab Selatan, seperti Yaman dan Hadhramaut, yang turut berdakwah dan menyebarkan agama Islam di India bersama para saudagar Islam yang berjiwa dakwah. Orang-orang seperti ini pulalah yang membawa agama Islam ke tanah Melayu dan sekitarnya. Pemahaman agama atau madzhab yang dianut kaum muslimin India, yaitu Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i, menunjukkan kenyataan sejarah tersebut. Dapat disimpulkan, Islam masuk ke India melalui dua jalan. Pertama, melalui Pantai Barat India, sebagai pintu masuk Islam dari Semanjung Arab Selatan. Dan kedua, melalui bagian Barat Laut, yaitu Afghanistan dan Turki. Kebanyakan kaum muslimin yang menetap di India sebelah barat dan selatan menganut Madzhab Syafi’I, karena mereka menerima Islam dari Semenanjung Arab yang dibawa oleh orang-orang Yaman dan Hadhramaut, yang bermadzhab Syafi’i. Sementara kaum muslimin India yang menetap di bagian utara dan timur, hampir keseluruhannya bermadzhab Hanafi, sebab mereka menerima ajaran Islam dari orang-orang Afghanistan dan Turki, yang kebanyakannya bermadzhab Hanafi. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar