Para Khalifah Dari Masa Ke Masa |
Muqaddimah
Kebanyakan kaum Muslim tidak mengenal siapa saja para khalifah yang pernah memimpin Dunia Islam setelah Rasulullah saw. wafat. Kalaulah mengenal, kebanyakan hanya sampai masa Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang menyangka bahwa Kekhilafahan Islam berhenti hanya sampai pada masa itu.
Kebanyakan kaum Muslim saat ini memang sudah tidak lagi mengenal sejarah panjang keemasan Islam. Sejarah Islam yang membentang selama 1.300 tahun itu seolah telah sirna dari ingatan mereka. Padahal, dalam sejarah peradaban manusia, belum pernah ada sebuah sistem kehidupan yang mampu bertahan sepanjang kurun itu. Sosialisme, misalnya, hanya mampu bertahan selama 74 tahun, yakni sejak ideologi tersebut eksis secara internasional tahun 1917 dengan berdirinya negara Uni Soviet hingga kehancurannya tahun 1991. Karena itu, penting sekali untuk menyegarkan kembali ingatan kaum Muslim terhadap sejarah panjang masa Kekhilafahan Islam. Hal ini diperlukan untuk membangun kembali kesadaran umat terhadap kewajiban utama mereka memperjuangkan kembali tegaknya Kekhilafahan Islam.
Kontinuitas Kekhilafahan
Rasulullah saw. telah memerintahkan kaum Muslim untuk mengangkat khalifah, sepeninggal beliau. Khalifah inilah yang di-baiat secara syar‘î untuk memimpin kaum Muslim berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Dia pula yang akan menerapkan syariat Allah sekaligus menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Rasulullah saw. berwasiat kepada kaum Muslim agar jangan sampai mereka hidup tanpa memiliki khalifah. Apabila tidak ada khalifah, kerena berbagai sebab, maka tidak ada aktivitas yang patut dilakukan kaum Muslim kecuali segera mengangkat khalifah yang baru. Dialah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan pada masa berikutnya. Rasulullah saw. bersabda:
«وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً»
Siapa saja yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di atas pundaknya, maka ia mati dalam keadaan Jahiliah (HR Muslim).
Dari sinilah kita dapat memahami mengapa para sahabat r.a. memprioritaskan pemilihan khalifah, setelah Rasulullah saw. wafat, daripada memakamkan jenazah beliau terlebih dulu. Padahal, para sahabat tentu tahu, bahwa menyegerakan pemakaman jenazah adalah perkara yang wajib, apalagi jenazah Rasulullah saw. Namun, hal itu tidak dilakukan, karena mereka paham bahwa mengangkat khalifah—yang akan menggantikan Rasulullah saw. dalam hal kepemimpinan umat (bukan dalam urusan kenabian)—adalah kewajiban yang harus lebih didahulukan.
Umat Islam generasi terdahulu telah menjaga wasiat Nabi Muhamad saw. itu, dengan tetap memiliki khalifah dalam kurun waktu yang amat panjang, yaitu selama 13 abad. Mereka bahkan tidak pernah membayangkan kaum Muslim akan hidup tanpa khalifah sebagaimana yang tejadi saat ini. Kaum Muslim waktu itu terus menjaga eksistensi khalifah. Apabila khalifah meninggal atau tidak ada karena satu dan lain sebab, maka Majelis Umat (Ahlul Halli wal ‘Aqd) segera mengangkat khalifah pengganti. Demikian seterusnya sehingga kaum Muslim senantiasa hidup dengan memiliki seorang khalifah atau imam.
Estafet Kepemimpinan Para Khalifah
Masa kekhilafahan kaum Muslim di awali dengan kepemimpinan Khulafaur Rasyidin yang berlangsung selama kurang lebih 30 tahun. Pada periode ini, kaum Muslim telah meraih masa keemasan, khususnya pada masa Kekhilafahan Abu Bakar ash-Shiddiq hingga separuh dari masa kepemimpinan Utsman bin Affan. Khalifah terakhir pada periode ini adalah Hasan bin ‘Ali, cucu Rasulullah saw.
Para Khalifah masa Khulafâ ar-Râsyidîn
No | Khalifah | Th (H) | Th (M) | ΣTh |
1 | Abu Bakar ash-Shiddîq | 11-13 | 632-634 | 2 |
2 | Umar bin al-Khathâb | 13-23 | 634-644 | 10 |
3 | ‘Utsman bin Afân | 23-35 | 644-656 | 12 |
4 | ‘Alî bin Abi Thâlib | 35-40 | 656-661 | 5 |
5 | Al-Hasan bin ‘Ali | 40-41 | 661 | |
Di antara khalifah yang terkenal pada masa Bani Umayyah adalah Umar bin Abdul Azîz. Masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru, dan membangun masjid-masjid. Dia juga mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar sehingga kemiskinan tidak ada lagi pada zamannya. Pada masa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketakwaan dan kesalihannya, dia dianggap sebagai Khulafaur Rasyidin yang ke-5.
Para Khalifah masa Umayyah
No | Khalifah | Th (H) | Th (M) | ΣTh |
1 | Mu’awiyah bin Abi Sofyân | 41-60 | 661-679 | 19 |
2 | Yazîd bin bin Mu’awiyah | 60-64 | 679-683 | 4 |
3 | Mu’awiyah bin Yazîd | 64 | 683 | |
4 | Marwân bin al-Hakam | 64-65 | 683-684 | 1 |
5 | ‘Abdul Malik bin Marwân | 65-86 | 684-705 | 21 |
6 | Al-Walîd bin ‘Abdul Malik | 86-96 | 705-714 | 10 |
7 | Sulaiman bin ‘Abdul Malik | 96-99 | 714-717 | 3 |
8 | Umar bin ‘Abdul ‘Azîz | 99-101 | 717-719 | 2 |
9 | Yazîd bin ‘Abdul Malik | 101-105 | 719-723 | 4 |
10 | Hisyam bin ‘Abdul Malik | 105-125 | 723-742 | 20 |
11 | Al-Walîd bin Yazîd | 125-126 | 742-743 | 1 |
12 | Yazîd bin al-Walîd | 126 | 743 | |
13 | Ibrahîm bin al-Walîd | 126-127 | 743-744 | 1 |
14 | Marwan bin Muhammad | 127-132 | 744-749 | 5 |
14 | Marwan bin Muhammad | 127-132 | 744-749 | 5 |
Masa kepemimpinan Bani Umayyah berakhir pada tahun 132 H. Ini terjadi setelah Marwan bin Muhammad mengalami kekalahan dalam Perang Zab, melawan pasukan yang dipimpin Abu Abbas as-Saffah dari Bani Abbasiyah. Sejak saat itu kekhilafahan beralih ke Bani Abbasiyah.
Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah berlangsung selama kurang lebih 783 tahun. Khalifah pertamanya adalah Abu Abbas as-Saffah dan yang terakhir adalah al-Mutawakkil ‘Alallah. Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Kekhilafahan Abbasiyah yang berpusat di Irak dan yang berpusat di Mesir.
Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Irak
No | Khalifah | Th (H) | Th (M) | ΣTh |
1 | Abu al-‘Abbâs as-Saffâh | 132-137 | 749-753 | 5 |
2 | Abu Ja’far al-Manshûr | 137-159 | 753-774 | 22 |
3 | Al-Mahdi | 159-169 | 774-785 | 10 |
4 | Al-Hâdi | 169-170 | 785-786 | 1 |
5 | Hârûn al-Rasyîd | 170-193 | 786-808 | 23 |
6 | Al-Amîn | 193-198 | 808-813 | 5 |
7 | Al-Ma`mûn | 198-218 | 813-833 | 20 |
8 | Al-Mu’tashim Billah | 218-227 | 833-841 | 9 |
9 | Al-Wâtsiq Billah | 227-232 | 841-846 | 5 |
10 | Al-Mutawakkil ‘Alallah | 232-247 | 846-861 | 15 |
11 | Al-Muntashir Billah | 247-248 | 861-862 | 1 |
12 | Al-Musta’în Billah | 248-252 | 862-866 | 4 |
13 | Al-Mu’taz Billah | 252-255 | 866-868 | 3 |
14 | Al-Muhtadî Billah | 255-256 | 868-869 | 1 |
15 | Al-Mu’tamad ‘Alallah | 256-279 | 869-892 | 23 |
16 | Al-Mu’tadhid Billah | 279-289 | 892-901 | 10 |
17 | Al-Muktafî Billah | 289-295 | 901-907 | 6 |
18 | Al-Muqtadir Billah | 295-320 | 907-932 | 25 |
19 | Al-Qâhir Billah | 320-322 | 932-933 | 2 |
20 | Ar-Râdhî Billah | 322-329 | 933-940 | 7 |
21 | Al-Muttaqî Lillah | 329-333 | 940-944 | 4 |
22 | Al-Mustakfî Lillah | 333-334 | 944-945 | 1 |
23 | Al-Muthî’ Lillah | 334-363 | 945-973 | 9 |
24 | Ath-Thâi’ Lillah | 363-381 | 973-991 | 18 |
25 | Al-Qâdir Billah | 381-422 | 991-1030 | 41 |
26 | Al-Qâim Biamrillah | 422-467 | 1030-1074 | 45 |
27 | Al-Muqtadî Biamrillah | 467-487 | 1074-1094 | 10 |
28 | Al-Mustazhhir Billah | 487-512 | 1094-1118 | 25 |
29 | Al-Musytarsyid Billah | 512-529 | 1118-1134 | 17 |
30 | Ar-Râsyid Billah | 529-530 | 1134-1135 | 1 |
31 | Al-Muqtafî Liamrillah | 530-555 | 1135-1160 | 25 |
32 | Al-Mustanjid Billah | 555-566 | 1160-1170 | 11 |
33 | Al-Mustadhî Biamrillah | 566-575 | 1170-1179 | 9 |
34 | An-Nâshir Lidînillah | 575-622 | 1179-1225 | 47 |
35 | Azh-Zhâhir Biamrillah | 622-623 | 1225-1226 | 1 |
36 | Al-Mustanshir Billah | 623-640 | 1226-1242 | 7 |
37 | Al-Mu’tashim Billah | 640-656 | 1242-1258 | 16 |
Pada masa kepemimpinan al-Mu‘tashim Billah terjadi peristiwa tragis yang menimpa kaum Muslim. Peristiwa itu adalah serangan tentara Tartar, pada tahun 656 H, ke jantung Ibu Kota Negara Khilafah, di Baghdad. Tentara Tartar yang dipimpin Hulagu ini menyerang kaum Muslim secara biadab. Perang yang berlangsung selama 40 hari itu, selain berhasil membunuh Khalifah, juga membunuh anak-anak dan pamannya. Sebagian dari mereka ada yang ditawan. Dikisahkan, tidak seorang pun yang selamat dari pembantaian sadis tentara Tartar, kecuali mereka yang bersembunyi di sumur atau di kolong jembatan. Diperkirakan lebih dari satu juta penduduk menjadi korban kebiadaban pasuka Tartar. Akibat serangan ini, kaum Muslim tidak memiliki khalifah selama kurang lebih tiga setengah tahun.
Pada tahun 658 H, tentara Tartar meyeberangi sungai Furat dan mereka sampai di Halb. Di tempat itu mereka menghunus pedang dan melanjutkan perjalanan ke Damaskus. Bersamaan dengan itu, kaum Muslim yang ada di Mesir tengah mengkosolidasikan kekuatan untuk menyongsong tentara Tartar dengan semangat jihad yang membara. Saat itu, kaum Muslim dipimpin oleh Saifuddin Quthuz al-Mu‘izzi, yang menjadi sultan di Mesir, dengan gelar al-Malik al-Muzhaffar. Al-Muzhaffar dan panglimanya, Ruknuddin Baybars al-Bandaqadari, memimpin pasukan Islam untuk menyambut serangan orang Tartar. Mereka bertemu di ‘Ayn Jalut. Kedua pasukan ini terlibat dalam pertempuran sengit pada hari Jumat, 15 Ramadhan. Tentara Tartar akhirnya kalah telak dalam pertempuran yang sangat monumental di dalam catatan sejarah kaum Muslim.
Memasuki tahun 659 H, Dunia Islam belum juga memiliki seorang khalifah. Akhirnya, didirikanlah kekhilafahan di Mesir. Al-Muntanshir-lah yang diangkat sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah di Mesir. Dia adalah seorang keturunan Bani Abbasiyah, yang berhasil lolos dari pembantaian tentara Tartar, dan berhasil menyelamatkan diri ke Mesir. Sejak saat itu, pusat kekuasaan Islam berpindah ke Kairo. Pembaiatan al-Muntanshir sebagai khalifah berlangsung pada tanggal 1 Rajab 659 H.
Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Mesir
No | Khalifah | Th (H) | Th (M) | ΣTh |
1 | Al-Mustanshir Billah (II) | 659-661 | 1260-1262 | 2 |
2 | Al-Hâkim Biamrillah (I) | 661-701 | 1262-1301 | 40 |
3 | Al-Mustakfî Billah (I) | 701-736 | 1301-1335 | 35 |
4 | Al-Wâtsiq Billah (I) | 736-742 | 1335-1341 | 6 |
5 | Al-Hâkim Biamrillah (II) | 742-753 | 1341-1352 | 11 |
6 | Al-Mu’tadhid Billah (I) | 753-763 | 1352-1361 | 10 |
7 | Al-Mutawakkil ‘Alallah (I) | 763-785 | 1361-1383 | 22 |
8 | Al-Wâtsiq Billah (II) | 785-788 | 1383-1386 | 3 |
9 | Al-Mu’tashim | 788-791 | 1386-1388 | 3 |
10 | Al-Mutawakkil ‘Alallah (II) | 791-808 | 1388-1405 | 17 |
11 | Al-Musta’în Billah | 808-815 | 1405-1412 | 7 |
12 | Al-Mu’tadhid Billah (II) | 815-845 | 1412-1441 | 30 |
13 | Al-Mustakfî Billah (II) | 845-854 | 1441-1450 | 9 |
14 | Al-Qâim Biamrillah | 854-859 | 1450-1454 | 5 |
15 | Al-Mustanjid Billah | 859-884 | 1454-1479 | 15 |
16 | Al-Mutawakkil ‘Alallah (III) | 884-893 | 1479-1487 | 9 |
17 | Al-Mutamassik Billah | 893-914 | 1487-1508 | 11 |
18 | Al-Mutawakkil ‘Alallah (IV) | 914-918 | 1508-1512 | 4 |
Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah yang perpusat di Mesir berakhir tahun 918 H. Ini terjadi ketika kondisi politik saat itu sudah sangat tidak stabil. Di samping karena adanya konflik internal, yang menyebabkan persatuan khilafah lemah, juga karena adanya ancaman serangan orang-orang Portugis yang sudah sampai di Luat Merah. Pada saat itu, kekuatan Utsmani yang ada di Turki muncul di bawah pimpinan Sultan Salim. Akhirnya, khalifah Abbasiyah terakhir, al-Mutawakkil ‘Alallah (III) turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Salim.
Kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 424 tahun, dari tahun 918-1342 H (1512-1924 M). Khalifah pertamanya adalah Salim al-Ula dan yang terkahir adalah ‘Abdul Majid ats-Tsani. Banyak prestasi yang berhasil diraih Kekhilafahan Utsmaniah, di antaranya adalah penaklukan Konstantinopel. Mereka telah mendatangi Eropa sampai di Austria, lalu mengepungnya lebih dari dua kali. Negeri-negeri Eropa yang berhasil dikuasai antara lain Hungaria, Beograd, Albania, Yunani, Rumania, Serbia, dan Bulgaria. Mereka juga telah menguasai seluruh kepulauan di Laut Tengah dan menariknya ke dalam pangkuan Islam.
Para Khalifah masa Utsmaniyah
No | Khalifah | Th (H) | Th (M) | ΣTh |
1 | Salîm al-Ula | 918-926 | 1512-1520 | 8 |
2 | Sulaiman Qânûnî | 926-974 | 1520-1566 | 48 |
3 | Salîm ats-Tsanî | 974-982 | 1566-1574 | 8 |
4 | Murâd ats-Tsâlits | 982-1003 | 1574-1595 | 21 |
5 | Muhammad ats-Tsâlits | 1003-1012 | 1595-1603 | 9 |
6 | Ahmad al-Ula | 1012-1026 | 1603-1617 | 14 |
7 | Mushthafa al-Ula | 1026 | 1617 | |
8 | Utsman ats-Tsânî | 1026-1031 | 1617-1621 | 5 |
9 | Mushthafa al-Ula (ke dua kali) | 1031-1032 | 1621-1622 | 1 |
10 | Murâd ar-Râbi’ | 1032-1049 | 1622-1639 | 17 |
11 | Ibrâhîm al-Ula | 1049-1058 | 1639-1648 | 9 |
12 | Muhammad ar-Râbi’ | 1058-1099 | 1648-1687 | 41 |
13 | Sulaiman ats-Tsânî | 1099-1102 | 1687-1691 | 3 |
14 | Ahmad ats-Tsânî | 1102-1106 | 1991-1994 | 4 |
15 | Mushthafa ats-Tsânî | 1106-1115 | 1694-1702 | 9 |
16 | Ahmad ats-Tsâlits | 1115-1143 | 1703-1730 | 28 |
17 | Mahmûd al-Ula | 1143-1168 | 1730-1754 | 25 |
18 | Utsman ats-Tsâlits | 1168-1171 | 1754-1757 | 3 |
19 | Mushthafa ats-Tsâlits | 1171-1187 | 1757-1773 | 16 |
20 | ‘Abdul Hamîd al-Ula | 1187-1203 | 1773-1788 | 16 |
21 | Salîm ats-Tsâlits | 1203-1222 | 1789-1807 | 19 |
22 | Mushthafa ar-Râbi’ | 1222-1223 | 1807-1808 | 1 |
23 | Mahmûd ats-Tsânî | 1223-1255 | 1808-1839 | 32 |
24 | ‘Abdul Majîd al-Ula | 1255-1277 | 1839-1861 | 22 |
25 | ‘Abdul ‘Azîz al-Ula | 1277-1293 | 1861-1876 | 16 |
26 | Murâd al-Khâmis | 1293 | 1876 | |
27 | ‘Abdul Hamid ats-Tsânî | 1293-1328 | 1876-1909 | 35 |
28 | Muhammad Rasyad al-Khâmis | 1328-1337 | 1909-1918 | 9 |
29 | Muhammad Wahîduddin (II) | 1337-1340 | 1918-1922 | 3 |
Kelemahan demi kelemahan pun melanda Kekhilafahan Ustmaniah, setelah mencapai puncak keemasannya, dengan wilayah kekuasaan yang luas. Masuknya pemikiran nasionalisme, yang dipropagandakan agen-agen negara kafir ke wilayah kekuasaan Utsmaniah, telah memicu terjadinya perpecahan dalam tubuh kaum Muslim. Pengabaian terhadap kemaslahatan rakyat dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka juga menjadi faktor yang mempercepat laju kemerosotan kekuatan Khilafah Utsmaniah. Akhirnya, melalui seorang agen Inggris, Musthafa Kamal, pada tanggal 3 Maret 1924 M (27 Rajab 1342H), Kekhilafahan Utsmaniah dihapus. Negeri-negeri Muslim pun terpecah-belah menjadi banyak negara, dengan pemimpinnya masing-masing, prinsip masing-masing, dan aturan masing-masing.
Delapan Puluh Tiga Tahun Berlalu Tanpa Khalifah
Waktu terus berlalu, 83 tahun sudah kaum Muslim hidup tanpa khalifah. Padahal, batas waktu yang diberikan kepada kaum Muslim untuk mengangkat khalifah dari sejak berhentinya seorang khalifah hanya dua malam tiga hari.
Dalil yang menunjukkan tenggang waktu dua malam tiga hari bagi kaum Muslim untuk mengangkat khalifah adalah Ijma Sahabat. Ketika Khalifah Umar bin al-Khaththab merasa ajalnya hampir tiba, beliau menunjuk ahlu syura dan memberikan batas waktu kepada mereka tiga hari. Kemudian beliau berwasiat, apabila dalam jangka waktu tiga hari tidak tercapai kesepakatan untuk mengangkat khalifah, maka hendaknya orang yang tidak ikut bersepakat dibunuh. Beliau menugaskan 50 orang untuk melaksanakannya. Padahal mereka adalah ahlu syura dan pemuka para sahabat. Semua itu terjadi di hadapan para sahabat yang lain, diketahui dan didengar mereka, namun tidak seorang pun menyangkal hal itu. Dengan demikian terdapat Ijma Sahabat bahwa kaum Muslim tidak boleh mengalami masa kekosongan kekhilafahan lebih dari dua malam tiga hari. Ijma Sahabat merupakan dalil syariat sebagaimana al-Quran dan as-Sunnah, yang menyebabkan kaum Muslim wajib terikat kepadanya.
Khatimah
Demikianlah sejarah panjang perjalanan Kekhilafahan Islam. Sejarah tersebut kadang-kadang mengalami masa pasang dan kadang-kadang mengalami masa surut. Hal itu sangat ditentukan oleh kualitas dan kapasitas khalifah yang memimpin serta situasi politik yang mempengaruhinya. Meskipun demikian, seburuk-buruknya kondisi saat itu masih lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi saat kaum Muslim tidak memiliki khilafah sebagaimana sekarang ini. Tanpa khilafah, kaum Muslim tidak memiliki pemimpin yang mempersatukan mereka, yang menjaga dan melindungi mereka.
Karena itu, kaum Muslim harus segera menyingsingkan lengan bajunya untuk berjuang bersama-sama dengan mereka yang saat ini tengah memperjuangkan tegaknya khilafah.
Yakinlah, hanya dengan perjuangan pertolongan Allah akan turun, dan hanya dengan pertolongan Allah tegaknya Islam akan bisa diwujudkan. Hanya dengan tegakknya Islam, kemaslahatan seluruh umat manusia akan bisa tercapai. []
Daftar Pustaka
1. As-Suyuthi. Târîkh al-Khulâfâ’.
2. Al-‘Usairi, Ahmad. 1999. At-Târîkh al-Islâmî.
3. Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2002. Ad-Dawlah al-‘Utsmâniyyah ‘Awâmil an-Nuhûdh wa Asbâb as-Suqûth.
4. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1995. Al-Khilâfah. Khazanah Islam. Jakarta.
5. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Nizhâm al-Hukmi fî al-Islâm.
6. Pusat Pengkajian Islam Strategis. 1995. Al-Khilâfah al-Islâmiyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar