Aliran-Aliran Tarekat: Empat Tarekat Utama
1. Tarekat Chisytiyah
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti adalah orang Suriah, lahir di awal abad ke-10. Ia dianggap keturunan Nabi Muhammad SAW dan dinyatakan sebagai 'keturunan spritual' ajaran-ajaran batiniah Keluarga (Bani) Hasyim. Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah ('Orang-orang Bertujuan').
Komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda. Ini adalah sebuah permulaan yang penting.
Jejak tokoh ini ditemukan pula di Eropa, di mana Chist Spanyol ditemukan dengan pakaian dan instrumen serupa—semacam pelawak atau komedi keliling.
Sebagaimana tarekat Sufi lainnya, metodologi khusus kaum Chisyti segera mengalami kristalisasi menjadi kecintaan sederhana terhadap musik; pembangkitan emosional yang dihasilkan musik dikacaukan dengan 'pengalaman spiritual'.
Pengaruh kaum Chisyti paling lama di India. Selama 900 tahun terakhir, musisi mereka dihargai di seluruh benua.
2. Tarekat Qadariyah
'Jalan' ini diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia pada 1166, dan menggunakan terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa.
Hadrat Syekh Abdul Qadir, khususnya dalam pengaruhnya terhadap keadaan-keadaan spiritual, disebut 'Ilmu Pengetahuan Keadaan'. Pekerjaannya telah digambarkan dalam istilah yang berlebih-lebihan oleh para pengikutnya.
Semangat untuk mengerjakan yang berlebihan terhadap teknik-teknik menggembirakan hampir pasti menjadi sebab keadaan yang memburuk dari tarekat Qadiriyah. Hal ini mengikuti suatu pola umum dalam diri para pengikut, apabila hasil dari suatu kondisi pikiran yang berubah menjadi suatu tujuan dan bukan suatu cara atau alat yang diawasi oleh seorang ahli.
3. Tarekat Suhrawardiyah
Syeikh Ziauddin Jahib Suhrawardi—mengikuti disiplin sufi kuno Junaid Al-Baghdadi—dianggap sebagai pendiri tarekat ini pada abad ke-11 Masehi. Seperti halnya tarekat-tarekat lain, guru-guru Suhrawardi diterima oleh pengikut Naqsyabandi dan lainnya.
India, Persia dan Afrika semuanya dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui metode dan tokoh-tokoh tarekat, kendati pengikut Suhrawardi ada di antara pecahan terbesar kelompok-kelompok sufi.
Praktek-praktek mereka diubah dari kegembiraan mistik kepada latihan diam secara lengkap untuk 'Persepsi terhadap Realitas'.
Bahan-bahan instruksi (pelajaran) tarekat seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya merupakan legenda atau fiksi. Bagaimanapun bagi penganut, mereka mengetahui materi-materi esensial untuk mempersiapkan dasar bagi pengalaman-pengalaman yang harus dijalani murid. Tanpa itu, diyakini, ada kemungkinan bahwa murid dengan sederhana mengembangkan keadaan pemikiran yang sudah berubah, yang membuatnya tidak cakap dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tarekat Naqsyabandiyah
Sekolah darwis yang disebut Khajagan ('Para Guru') muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan Turki. Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai awal dari seluruh 'mata rantai penyebaran' mistik.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat kira-kira 1389 M) adalah salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini. Bahauddin menghabiskan waktu tujuh tahun sebagai kerabat istana, tujuh tahun memelihara binatang dan tujuh tahun dalam pembangunan jalan.
Ia belajar di bawah bimbingan Baba As-Samasi yang mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan praktek sufisme. Para syekh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk menuntun murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah mengenakan busana aneh di depan umum, dan karena anggota mereka tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian, para sarjana tidak merekonstruksi sejarah tarekat, dan sering kesulitan mengidentifikasi anggota-anggotanya. Penganut Naqsyabandi di Timur Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai umat Muslim yang taat.
Khwaja ('Guru') Abu Ishaq Chisyti adalah orang Suriah, lahir di awal abad ke-10. Ia dianggap keturunan Nabi Muhammad SAW dan dinyatakan sebagai 'keturunan spritual' ajaran-ajaran batiniah Keluarga (Bani) Hasyim. Pengikut-pengikutnya berkembang dan berasal dari Garis para Guru, yang kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah ('Orang-orang Bertujuan').
Komunitas Chisytiyah ini, berawal di Chisyt, Khurasan, khususnya menggunakan musik dalam latihan-latihan mereka. Kaum darwis pengelana dari tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau Chisht. Mereka akan memasuki sebuah kota dan meramaikan suasana dengan seruling dan genderang, untuk mengumpulkan orang-orang sebelum menceritakan dongeng atau legenda. Ini adalah sebuah permulaan yang penting.
Jejak tokoh ini ditemukan pula di Eropa, di mana Chist Spanyol ditemukan dengan pakaian dan instrumen serupa—semacam pelawak atau komedi keliling.
Sebagaimana tarekat Sufi lainnya, metodologi khusus kaum Chisyti segera mengalami kristalisasi menjadi kecintaan sederhana terhadap musik; pembangkitan emosional yang dihasilkan musik dikacaukan dengan 'pengalaman spiritual'.
Pengaruh kaum Chisyti paling lama di India. Selama 900 tahun terakhir, musisi mereka dihargai di seluruh benua.
2. Tarekat Qadariyah
'Jalan' ini diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia. Dia meninggal dunia pada 1166, dan menggunakan terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa.
Hadrat Syekh Abdul Qadir, khususnya dalam pengaruhnya terhadap keadaan-keadaan spiritual, disebut 'Ilmu Pengetahuan Keadaan'. Pekerjaannya telah digambarkan dalam istilah yang berlebih-lebihan oleh para pengikutnya.
Semangat untuk mengerjakan yang berlebihan terhadap teknik-teknik menggembirakan hampir pasti menjadi sebab keadaan yang memburuk dari tarekat Qadiriyah. Hal ini mengikuti suatu pola umum dalam diri para pengikut, apabila hasil dari suatu kondisi pikiran yang berubah menjadi suatu tujuan dan bukan suatu cara atau alat yang diawasi oleh seorang ahli.
3. Tarekat Suhrawardiyah
Syeikh Ziauddin Jahib Suhrawardi—mengikuti disiplin sufi kuno Junaid Al-Baghdadi—dianggap sebagai pendiri tarekat ini pada abad ke-11 Masehi. Seperti halnya tarekat-tarekat lain, guru-guru Suhrawardi diterima oleh pengikut Naqsyabandi dan lainnya.
India, Persia dan Afrika semuanya dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui metode dan tokoh-tokoh tarekat, kendati pengikut Suhrawardi ada di antara pecahan terbesar kelompok-kelompok sufi.
Praktek-praktek mereka diubah dari kegembiraan mistik kepada latihan diam secara lengkap untuk 'Persepsi terhadap Realitas'.
Bahan-bahan instruksi (pelajaran) tarekat seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya merupakan legenda atau fiksi. Bagaimanapun bagi penganut, mereka mengetahui materi-materi esensial untuk mempersiapkan dasar bagi pengalaman-pengalaman yang harus dijalani murid. Tanpa itu, diyakini, ada kemungkinan bahwa murid dengan sederhana mengembangkan keadaan pemikiran yang sudah berubah, yang membuatnya tidak cakap dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tarekat Naqsyabandiyah
Sekolah darwis yang disebut Khajagan ('Para Guru') muncul di Asia Tengah dan berpengaruh besar terhadap perkembangan kerajaan India dan Turki. Tarekat mengembangkan banyak sekolah khusus, yang mengambil nama-nama individu. Banyak penulis menganggapnya sebagai awal dari seluruh 'mata rantai penyebaran' mistik.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat kira-kira 1389 M) adalah salah seorang dari tokoh-tokoh besar sekolah ini. Bahauddin menghabiskan waktu tujuh tahun sebagai kerabat istana, tujuh tahun memelihara binatang dan tujuh tahun dalam pembangunan jalan.
Ia belajar di bawah bimbingan Baba As-Samasi yang mengagumkan, dan dihargai setelah kembali pada prinsip dan praktek sufisme. Para syekh Naqsyabandi sendiri mempunyai kewenangan untuk menuntun murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah mengenakan busana aneh di depan umum, dan karena anggota mereka tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian, para sarjana tidak merekonstruksi sejarah tarekat, dan sering kesulitan mengidentifikasi anggota-anggotanya. Penganut Naqsyabandi di Timur Tengah dan Asia Tengah memperoleh reputasi sebagai umat Muslim yang taat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar